Latar Belakang

Menelusuri sejarah dan perkembangan Bandara Hang Nadim yang menjadi fondasi utama dalam pembangunan kawasan ekonomi terpadu Batam Aerocity.

Sejarah Bandara Hang Nadim

Bandara Hang Nadim merupakan bandara internasional dengan landasan pacu terpanjang di Indonesia, menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan logistik di wilayah Batam dan sekitarnya.

Bandara Hang Nadim memiliki sejarah panjang yang bermula dari sebuah lapangan terbang sederhana hingga menjadi bandara internasional seperti sekarang ini. Perkembangannya tidak lepas dari visi besar para pemimpin bangsa untuk menjadikan Batam sebagai pusat pertumbuhan ekonomi regional.

Visi Pengembangan

B.J. Habibie memiliki visi yang besar untuk Bandara Hang Nadim. Beliau mengusulkan bandara ini dirancang mirip dengan Bandara Schiphol di Belanda, bekerja sama dengan Korea dan dirancang oleh arsitek asal Prancis. Kontraktor pembangunannya dikerjakan oleh Hutama Karya, Waskita Karya, dan PP dengan konsultan Scope Avia.

Nama "Hang Nadim" diusulkan oleh Menteri Perhubungan saat itu, Roesmin Nurjadin, sebagai bandara di Batam. Usul tersebut diberikan kepada B.J. Habibie kemudian disetujui oleh Presiden Soeharto. Panglima Hang Nadim sendiri merupakan pahlawan asal Melayu yang berperang melawan penjajah Portugis di Selat Malaka.

B.J. Habibie bercita-cita agar Bandara Hang Nadim menjadi bandara alternatif bagi Bandara Changi Singapura dan disiapkan sebagai hub kargo di wilayah Indonesia bagian barat. Inilah mengapa Bandara Hang Nadim memiliki landasan pacu terpanjang di Indonesia.

Awal Mula Berdirinya

Berdirinya lapangan terbang (lapter) Batu Besar yang menjadi cikal bakal Bandara Hang Nadim. Lapter ini awalnya berfungsi untuk memudahkan mobilitas perusahaan minyak Pertamina dengan landasan pacu sepanjang 500-700 meter yang hanya bisa digunakan oleh pesawat kecil seperti Normander Skyvan dan CASA.

Pembangunan Bandara Hang Nadim tahap pertama dimulai dengan menargetkan panjang landasan pacu menjadi 2.500 meter agar dapat digunakan pesawat jenis Fokker. Pengembangan bandara ini dilakukan atas perintah mantan Presiden ke-3 Republik Indonesia sekaligus Ketua Otorita Batam saat itu, B.J. Habibie.

Pada 1 Februari 1985, Bandara Hang Nadim mulai melayani penerbangan domestik. Maskapai penerbangan Merpati dan Garuda menjadi maskapai pertama yang membuka rute dari dan ke Batam, melayani sejumlah kota seperti Jakarta, Palembang, Pekanbaru, Medan, dan Bandung.

Perkembangan Menjadi Aerocity

Seiring dengan perkembangan zaman, Bandara Hang Nadim tidak hanya berfungsi sebagai bandara biasa, tetapi dikembangkan menjadi kawasan aerocity yang terintegrasi. Konsep aerocity memadukan fungsi bandara dengan kawasan komercial, industri, logistik, dan bisnis yang saling mendukung.

Batam Aerocity kini menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru yang memanfaatkan keberadaan bandara sebagai penggerak utama. Kawasan ini dirancang untuk menjadi hub logistik, perdagangan, dan industri yang terintegrasi dengan bandara internasional, menciptakan sinergi antara sektor transportasi udara dan perkembangan ekonomi regional.

Dengan lokasi strategis di Pulau Batam yang berdekatan dengan Singapura dan Malaysia, Batam Aerocity memiliki potensi besar untuk menjadi pusat distribusi regional dan tujuan investasi yang menarik bagi para investor domestik maupun internasional.